Kamis, 27 Oktober 2016

Masjid Sulthoni Plosokuning

Masjid Sulthoni Plosokuning 


Lokasi :


   Masjid Sulthoni Plosokuning terletak di Jl. Plosokuning Raya No. 99 Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Areanya memiliki luas sebesar 2.500 meter persegi tanah milik kasultanan Yogyakarta, dengan luas bangunan seluas 288 meter persegi pada saat dibangun dan mengalami pengembangan hingga saat ini menjadi 328 meter persegi.
      Akses menuju ke masjid ini dapat mengikuti Jalan Kaliurang hingga KM 9 apabila menggunakan kendaraan pribadi. Lalu sebelum pertigaan lampu merah, terdapat pertigaan yang memiliki jalan ke arah Timur. Lalu masuk ke jalan itu dan mengikuti jalan tersebut hingga bertemu perempatan dengan empat petunjuk arah. Belok ke arah kanan untuk ke menuju Minomartani, yaitu lewat Jalan Plosokuning Raya. Setelah itu terus mengikuti jalan tersebut hingga bertemu Masjid Sulthoni Plosokuning.
Wisatawan yang ingin berwisata religi bisa memanfaatkan kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Alternatif kendaraan umum yang dapat digunakan seperti taxi, rental mobil, atau ojek.

Tiket

Tidak dipungut biaya dan terdapat kotak sedekah

Jam Operasional

Dapat dikunjungi kapan saja

Potensi

Dekat dengan Masjid Sulthoni Plosokuning, obyek wisata yang terdekat adalah Candi Gebang, Embung Tambakboyo, dan Stadiun Sepak bola Sleman.

Tempat terdekat :

Tempat terdekat yang dikunjungi dari Masjid Ploso Kuning diantaranya Candi Gebang, Embung Tambakboyo

Hotel terdekat :

Hotel terdekat dengan lokasi Masjid Plosokuning diantaranya Rumah Palagan Guest House atau My Home 

Sejarah

    Masjid Pathok Negoro Plosokuning dimulai dengan  Amangkurat IV yang merupakan Raja Mataram Islam dan memerintah pada tahun 1719-1727 M. Amangkurat IV memiliki tiga orang putra, Raden Mas Ichsan, Pangeran Adipati Anom, serta Pangeran Mangkubumi. Pangeran Adipati Anom menjadi Raja dengan gelar Pakubuwono II dengan ibu kota Surakarta Hadiningrat (1727-1749 M). Sesudah terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M, Pangeran Mangkubumi (saudara muda Pakubuwono II) diangkat menjadi Raja Ngayogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I dengan ibu kota Ngayogyokarto Hadiningrat (1755-1792 M). Raden Mas Ichsan (kakak kandung Sunan Pakubuwono II dan Sultan Hamengkubuwono I) menjadi ulama bergelar Kyai Nur Iman bertempat di Gegulu yakni sebuah desa di bagian Selatan Kulonprogo. Beliau kemudian hijrah untuk mengajar dan mendirikan pondok pesantren untuk mengembangkan Islam di desa Mlangi.
    Kyai Nur Iman mempunyai 2 putra yaitu Raden Mursada dan Raden Nawawi. Raden Nawawi menjadi Abdi Dalem Pathok Negara I Mlangi. Sedangkan Raden Mursada yang berputra Raden Mustafa dengan pangkat Abdi Dalem Pathok Negara yang berkedudukan di desa Plosokuning dengan bergelar Kyai Hanafi I. Raden Mustafa adalah guru spiritual dari Sri Sultan Hamengkubuwono III. Kemudian pada masa pemerintahan Hamengkubuwono III dibangunlah Masjid Pathok Negoro Plosokuning sebagai rasa hormat kepada sang guru. Dan juga sebagai dasar hukum agama atau yang memberi nasehat spiritual bagi Sang Raja. Ada juga sumber yang mengatakan bahwa Raden Mustafa juga sebagai guru agama dari Pangeran Diponegoro putra dari Sultan Haengkubuwono III. Nama Plosokuning sendiri di ambil dari nama sbuah pohon ploso yang mempunyai daun berwarna kuning yang terdapat di sebelah timur masjid. Dari pohon itu juga sekarang dijadikan nama Desa Plosokuning. Sebagai salah satu masjid pathok Negoro, di masjid Plosokluning juga ditempatkan abdi dalem kemasjidan.  Abdi dalem yang menjalankan tugas di masjid Plosokuning adalah Raden Zamakhsari sebagai Khotib, Raden Muhammad Baghowi sebagai Muadzin, Raden Mulyoharjo sebaga Jajar Jama’ah, Raden Suprobo sebagai Jajar Ulu-ulu, dan Raden Yusuf sebagai Jajar Marbot.
     Arsitektur Bangunan Masjid Pathok Negoro Plosokuning di dirikan setelah Masjid Agung Yogyakarta. Sehingga arsitekturnya mirip dengan Masjid Agung Yogyakarta sebagai bagian dari Kraton Yogyakarta. Persamaan ini dipengaruhi dengan adanya kolam, bedug, mighrob, dan atap masjid. Masjid Pathok Negoro mempunyai ciri khas di bagian atap yang berbentuk tajuk tumpang dua. Makhota Masjid juga mempunyai kesamaan terbuat dari tanah liat. Perbedaan jumlah tumpang menandakan bahwa masjid pathok negoro lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan masjid Agung Yogyakarta yang mempunyai atap tajuk bertumpang tiga. Ciri-ciri lain yang terdapat di Masjid ini adalah terdapatnya pohon sawo kecik yang berukuran raksasa yang terdapat di halaman masjid, kolam yang mengelilingi masjid, serta serambi masjid yang berbentuk joglo. Pada bagian lantai masjid dahulu diplester biasa dengan menggunakan semen merah, kemudian pada tahun 1976 lantai masjid ini diganti dengan tegel biasa. Begitu juga dengan daun pintu dan temboknya dilakukan penggantian pada tahun 1984. Dulu tembok dinding masjid setebal 2 batu, namun karena terkikis terus menerus sekarang tinggal 1 batu. Dahulu pintu masjid hanya ada satu dan sangat rendah yang menyebabkan ruang masjid menjadi gelap. Pintu yang rendah ini dimaksudkan agar setiap orang yang masuk masjid hendaknya menunduk dan menunjukkan rasa tatakrama serta sopan santun terhadap masjid. Semua penambahan dan perbaikan bangunan pada masjid, terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari Sinuhun Kanjeng yang berada di kraton, baik mengenai bentuk dan modelnya. Pada bagian gerbang masjid terdapat undakan yang dibuat sedemikian rupa untuk menunjukkan beberapa hal. 3 undakan pertama menunjukkan 3 elemen yakni Iman, Islam, dan ikhsan. Kemudian 5 undakan kedua menunjukkan bahwa rukun islam ada 5, dan 6 undakan ke tiga bertujuan menunjukkan bahwa rukun iman ada 6. Tahun 2000 Masjid Plosokuning mengalami renovasi pada 4 tiang utama dan beberapa elemen lainnya. Pada tahun 2001, masjid ini kembali mengalami renovasi pada bagian serambi dan tempat wudhu. Renovasi ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY. Pada tahun tersebut masyarakat secara swadaya juga mengganti lantai tegel masjid dengan keramik, memasang konblok di halaman serta mendirikan menara pengeras suara.

Keunikan atau Nilai Penting


    Di depan masjid ada dua kolam dengan kedalaman tiga meter. Setiap orang yang akan masuk masjid, harus bersuci terlebih dahulu di kolam tersebut. Makna lain dari dua kolam ini adalah jika menuntut ilmu, haruslah sedalam-dalamnya. Saat ini, kolam tersebut digunakan memelihara ikan dan mencuci kaki sebelum masuk masjid.
Masjid ini masih menganut adat lama, di mana adzan pada saat Sholat Jum’at dilakukan dua kali. Dahulu, sekitar tahun 1950 adzan pertama dilakukan lima orang sekaligus dan adzan kedua dilakukan salah seorang dari mereka.
    Saat khotbah, menggunakan bahasa Arab. Baru tahun 1960, adat dirubah. Muadzin yang semula berjumlah lima orang menjadi dua orang. Tetapi adzan tetap dilakukan dua kali. Khotbah juga diganti menggunakan bahasa Jawa. Di bagian pintu gerbang, masjid memiliki pintu gerbang berundak. Pada tiga undakan pertama berarti Islam itu terdiri dari tiga elemen yakni Iman, Islam, dan ikhsan.
    Pada momen tertentu, di masjid ini dilaksanakan kegiatan keagamaan yang diikuti keluarga kraton. Misalnya tradisi Bukhorenan. Tradisi ini menjadi bagian dari tradisi keraton yang lestari hingga sekarang. Maksud dan tujuannya tidak lain mengkaji ajaran dan tuntunan Nabi dengan membaca dan memahami hadist yang terdapat dalam Sahih Bukhari. Satu tradisi yang masih dipertahankan hingga sekarang ini, yaitu penduduk yang tinggal di sekitar masjid hanya boleh ditempati penduduk yang memiliki garis keturunan dari Kyai Mursodo. Tradisi ini menjadi asal muasal daerah yang dekat dengan masjid disebut Mutihan (sebagai tempat tinggal santri) atau Plosokuning nJero, sedangkan daerah yang jauh dari masjid disebut Plosokuning nJobo.

Opini

Kondisi renovasi terdapat pada lantai yang diganti dengan keramik dan tiang-tiang kayu yang mengalami pengecetan cukup baik. Kondisi masjid masih asli serta terrawat dengan baik. Masjid ini masih terasa nuansa jaman dahulu dan masih terlihat kuno yang menyebabkan masjid ini memiliki keunikan tersendiri. Saran kepada pemerintah agar terus melestarikan dan menjaga masjid ini karena masjid ini memiliki sejarah yang tidak dapat digantikan. Untuk wisatawan agar selalu menjaga kebersihan dan menyebarkan informasi mengenai masjid ini. Pengelola masjid ini sudah cukup baik dalam merawat masjid tersebut. Tidak terdapat hal yang perlu diperbaiki dalam masjid ini.

Sumber :
https://gudeg.net/direktori/1185/masjid-pathok-negara-sulthoni-plosokuning-yogyakarta.html
http://jalanjogja.com/berkunjung-ke-masjid-pathok-negara-plosokuning/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar