Senin, 22 Agustus 2016

Makam Ki Ageng Kebo Kenongo

Makam Ki Ageng Kebo Kenongo




Lokasi :




Makam Ki Ageng Kebo Kenongo dari Google Maps


Gambar diatas merupakan denah makam Ki Ageng Kebo Kenongo



         Makam Ki Ageng Kebo Kenongo berada di Kawasan Pengging, Desa Jembung, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Makam ini terletak didaerah tropis berangin dan dataran rendah Boyolali. Makam Ki Ageng Kebo Kenongo ini masih dalam satu kawasan dengan makam Ng. Yosodipuro. Namun, makam Ng. Yosodipuro lebih dekat dengan Pasar Pengging yang ramai pengunjung. Letak makam Ki Ageng Kebo Kenongo lebih terpencil daripada makam Ng. Yosodipuro.
        Akses menuju makam ini menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil maupun motor. Apabila ingin menaiki kendaraan umum maka menggunakan andong ataupun ojek dengan ongkos sekitar Rp 15.000 sampai Rp 20.000.
        Apabila dari terminal Boyolali maka menaiki angkutan berwarna gredek/kol besar berongkoskan Rp 3.000 lalu turun di pertigaan Ngangkruk dan lalu menggunakan ojek.
   Dari Bandara Adi Soemarmo menggunakan bus trans bernomor 1 yang berongkoskan Rp 4.500 lalu turun di halte depan Solo Square setelah itu menaiki bus tujuan Solo-Semarang dengan harga Rp 10.000 kemudian turun di pertigaan ngangkruk dan menaiki ojek. Dapat juga menggunakan taksi dari bandara.

Tiket

        Pengunjung tidak dikenakan biaya masuk namun diharapkan memberi sumbangan pada pengurus makam. Parkir sepeda motor membayar Rp 1.000 dan mobil Rp 2.000.

Jam Operasional


      Dapat dikungjungi kapan saja namun biasanya pengunjung menunjungi pada sore hingga tengah malam.

Sejarah

        Ki Ageng Kebo Kenongo lahir pada tahun 1473 M. Bangunan makam Ki Ageng Kebo Kenongo dibuat pada 4-8-1989. Ki Ageng Kebo Kenongo atau biasa disebut dengan Ki Ageng Pengging merupakan keturunan dari Prabu Brawijaya V. Beliau merupakan cucu dari raja terakhir Kerajaan Majapahit Brawijaya V. Raja Brawijaya V memiliki putri bernama Ratna Pembayun yang menikah dengan Prabu Handayaningrat dan memiliki 3 putra yaitu Kyai Ageng Kebo Kanigoro yang petilasannya berada di Selo, Kyai Ageng Kebo Kenongo serta Raden Kebo Amiluhur. Kyai Ageng Kebo Kenongo menggantikan ayahandanya sebagai Bupati Pengging maka beliau dimakamkan di daerah kekuasaannya. Beliau merupakan ayah dari Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijoyo yang merupakan pendiri dari Kerajaan Pajang. Makam Ki Ageng Kebo Kenongo ini perlu diangkat sebagai objek wisata karena merupakan keturunan dari raja besar yang ada di Jawa.



Didalam gapura ini terdapat makam Ki Ageng Kebo Kenongo






Keunikan atau Nilai Penting

        Menurut Serat Siti Jenar, Kebo Kenanga bertemu Syekh Siti Jenar sesudah menjadi penguasa Pengging. Dikisahkan keduanya berdiskusi tentang persamaan agama Hindu, Buddha, dan Islam. Akhirnya, dicapai kesepakatan jika ketiga agama tersebut pada hakikatnya sama, yaitu sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa, hanya tata cara peribadatannya saja yang berbeda. Ki Ageng Kebo Kenanga Pengging menikah dengan kakak perempuan Ki Ageng Butuh (murid Syekh Siti Jenar pula). Dari perkawinan itu lahir seorang putra bernama Mas Karebet. Menurut Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Pengging dicurigai Raden Patah hendak memberontak karena tidak mau menghadap ke Demak. Patih Wanapala (versi Serat Siti Jenar menyebut Patih Wanasalam) dikirim ke Pengging untuk menyampaikan teguran. Satu tahun berlalu dan Ki Pengging tetap menolak menghadap. Apalagi beliau gencar mendakwahkan ajaran Syekh Siti Jenar yang dianggap sesat oleh pemerintah Demak. Maka, Sunan Kudus pun dikirim untuk menghukum mati Ki Ageng Pengging. Setelah melalui perjalanan panjang, rombongan Sunan Kudus akhirnya tiba di Pengging. Ki Pengging merelakan kematiannya daripada harus menghadap Raden Patah. Akhirnya, beliau pun meninggal dunia setelah titik kelemahannya yaitu ujung siku ditusuk keris oleh Sunan Kudus.
Menurut Serat Siti Jenar, Ki Ageng Pengging Kebo Kenongo meninggal karena kemauannya sendiri. Sebelumnya, beliau dikisahkan berhasil menyadarkan Sunan Kudus tentang ajaran Syekh Siti Jenar yang sebenarnya. Akhirnya, Ki Ageng Pengging meninggal dunia dengan caranya sendiri, bukan karena ditusuk Sunan Kudus. Pada intinya, kematian Ki Ageng Pengging disebabkan karena penolakannya terhadap pemerintahan Demak. Ia adalah murid terbaik Syekh Siti Jenar, yaitu seorang wali yang mengajarkan kesederajatan manusia dan menolak basa-basi duniawi. Murid Syekh Siti Jenar yang menjadi Kyai Ageng hampir tersebar menyeluruh di Pulau Jawa, di takutkan karena pengaruhnya yang luas akan mendirikan kerjaan baru. Dan yang menjadi sasarannya adalah Kyai Ageng Kebo Kenongo karena beliau adalah menantu Brawijaya V, yang ditakutkan akan mendirikan Majapahit tahap kedua.

Opini

        Menurut saya makam Ki Ageng Kebo Kenongo perlu dikenalkan pada masyarakat yang lebih luas. Petunjuk yang ada pun belum banyak sehingga sedikit lebih susah untuk mencari keberadaan makam ini. Hal yang perlu diperbaiki adalah pintu masuk yang berada didekat makam. Dengan mengenalkan makam ini pada masyarakat luas maka sama halnya melestarikan sejarah yang ada. Himbauan untuk pengunjung agar menjaga sopan santun serta mematuhi tata tertib yang ada. Himbauan untuk pemerintah daerah agar memberikan petunjuk yang lebih banyak untuk pergi ke makam ini.

Sumber :

http://krisnaspiritual.blogspot.co.id/2014/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_8.html
https://mataram351.wordpress.com/2012/03/06/ki-ageng-pengging/

Minggu, 21 Agustus 2016

Makam Ng. Yosodipuro

Makam Ng. Yosodipuro




Lokasi :



makam Ng. Yosodipuro terletak dibelakang masjid






           Makam Ng. Yosodipuro terletak di Kelurahan Dukuh, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Namun, warga lebih mengenalnya dengan Pengging.
        Akses menuju makam ini dengan menggunakan kendaraan pribadi yaitu mobil atau motor dan dengan kendaraan umum. Apabila dari jalan solo-semarang pertigaan ngangkruk dapat menggunakan andong dengan ongkos sekitar Rp 15.000 atau menggunakan ojek dengan ongkos Rp 20.000. ongkos tersebut cukup mahal disebabkan letak makam ini tidak dilalui angkutan umum.
         Apabila dari terminal Boyolali maka menaiki angkutan berwarna gredek/kol besar berongkoskan Rp 3.000 lalu turun di pertigaan Ngangkruk dan lalu menggunakan ojek.

        Dari Bandara Adi Soemarmo menggunakan bus trans bernomor 1 yang berongkoskan Rp 4.500 lalu turun di halte depan Solo Square setelah itu menaiki bus tujuan Solo-Semarang dengan harga Rp 10.000 kemudian turun di pertigaan ngangkruk dan menaiki ojek. Dapat juga menggunakan taksi dari bandara.

Tiket

        Pengunjung tidak dikenakan biaya parkir namun untuk memasuki makam ini terdapat kotak infak seikhlasnya.

Jam Operasional

        Dapat dikungjungi kapan saja namun biasanya pengunjung menunjungi pada sore hingga tengah malam.

Sejarah

        Raden Ng. Yosodipuro lahir pada Jum’at Pahing bulan Sapar tahun Jumakir 1654 jam 05.30 pagi hari, yang kemudian diberi nama Bagus Banjar.  Yang terlahir dari pasangan Raden Tumenggung dan Siti Mariyam (Nyi Ageng Padmonegoro). Radeb Tumenggung dahulunya adalah seorang prajurit Mataram, karena kepandaiannya dan keberaniannya maka beliau diangkat menjadi Bupati di Pekalongan. Raden Ng. Yosodipuro masih memiliki garis keturunan dari Kerajaan Pajang. Makam Raden Ng. Yosodipuro ini terletak di dataran rendah Boyolali. Kondisi geografisnya  tropis berangin. Raden Ng. Yosodipuro meninggal pada tanggal 20 April 1802. Semasa hidupnya jasa-jasa Raden Ng. Yosodipuro adalah :

1.     Memilih dan menetapkan Kraton Surakarta
2.     Menyelesaikan masalah perkawinan Bendoro Raden Ajeng Sentul
3.     Menyelesaikan masalah zaman pakepung
4.     Sebagai pujangga besar kraton

        Bagus Banjar seteah menginjak usia 8 tahun, beliau dikirim oleh ayahnya ke Kyai Hanggamaya untuk belajar. Setelah dirasa Bagus Banjar memiliki ilmu yang cukup maka beliau pulang ke Pengging. Sementara itu di pusat keraton Kartasura terjadi musibah besar yaitu munculnya pemberontakan Pacinan atau Perang Kuning pada tanggal 27 Robiulakhir Tahun Alip pada hari Sabtu Wage. Hal tersebut yang mengakibatkan Pakubuwana II mengungsi ke luar keraton ke daerah Ponorogo dan baru kembali setelah kerusuhan yang melanda keratin Kartasura reda. Selang beberapa waktu kemudian, Bagus Banjar menghadap Sang Prabu untuk mengabdikan diri,  Pakubuwana II hanya menerima Bagus Banja dan Bagus Banjar diberi kedudukan sebagai abdi dalem yang bertugas sebagai prajurit. Setelah kraton berhasil direbut, Bagus Banjar kemudian menjadi prajurit keraton. Ia bertugas dibagian keprajuritan “ Nameng Raja” dengan sebutan Kuda Pengawe, tugas utamanya adalah menjaga dan merawat gedung pusaka, khususnya dipercaya menjaga pusaka keraton yang bernama “ Kyai Cokro“ . berkaitan dengan tugasnya dikraton, Raden Ng. Yosodipuro pun menjadi pandai dalam hal kebudayaan. Beliau menjadi pujangga pada masanya. Jasa-jasa yang dimiliki Raden Ng. Yosodipuro mengakibatkan dirinya diberi sebuah tanah oleh Pakubuwono dan Ng. Yosodipuro menggunakannya untuk tempat makam bagi dirinya dan keturunannya.

Makam Ng. Yosodipuro berada didalam pintu tersebut



Keunikan atau nilai penting

        Sebelum memasuki kompleks makam, di depan pintu masuk makam dapat dijumpai beberapa penjual bunga. Pengunjung yang lupa atau belum membawa dapat memperolehnya di tempat tersebut. Bunga tersebut campuran dari bunga mawar, kenanga, melati, kantil, dan telasih. Saat masuk, pengunjung akan menjumpai banyak makam, baik yang terletak di dalam maupun diluar cungkup-cungkup. Di tempat ini, pengunjung melaksanakan proses ziarah.
Pengunjung yang mendatangi makam R. Ng. Yosodipuro sebagian besar melakukan ziarah dengan tujuan agar keinginannya dapat terwujud. Dengan kata lain, pengunjung tidak hanya melakukan ziarah tetapi juga mencoba keberuntungan. Adapun tahapan ziarah meliputi: 

1) Pendaftaran
Pengunjung yang datang akan didata oleh petugas dalam buku tamu. Infotmasi data pribadi yang harus diberikan, yaitu nama dan alamat. Pengunjung diminta untuk mengisi kotak infak seikhlasnya. 

2) Penitipan Sanggaran
Pengunjung yang telah didata, selanjutnya meminta sanggaran pada petugas. Sanggaran berupa sehelai janur yang diberi nomor sesuai dengan nomor urut yang tertera pada kertas penitipan. Nomor urut dibawa oleh pengunjung, sedangkan sanggaran dititipkan pada petugas. 

3) Ziarah Makam R. Ng. Yosodipuro
Tahap berikutnya yaitu berziarah ke cungkup terbesar, yang didalamnya terletak makam R. Ng. Yosodipuro. Sebelum melakukan ziarah, pengunjung wajib menyiapkan bunga beserta uang seikhlasnya untuk diberikan pada juru kunci. Pengunjung harus mengutarakan keinginan pada juru kunci. Juru kunci tersebut akan memantra-mantrai bunga dan mengembalikannya pada pengunjung.
Selanjutnya pengunjung berdoa di sekitar pusara makam R. Ng. Yosodipuro dan meminta petunjuk serta restu dari almarhum. Bunga yang telah diberi mantra ditaburkan di atas pusara makam. Kemudian diraba-raba untuk mencari bunga kantil sebanyak-banyaknya. Menurut kepercayaan warga, pengunjung yang bisa mendapatkan bunga kantil akan terkabul cita-citanya. Proses ziarah ini dibatasi hingga pukul 12 malam. 

4) Tahlil
Setelah menabur bunga, pengunjung mengikuti tahlil bersama yang dipimpin oleh seorang Kyai. Kyai ini didatangkan oleh panitia makam. Proses tahlil berlangsung sekitar setengah hingga satu jam. Apabila acara tahlil selesai, pengunjung diharapkan meninggalkan cungkup. Akan tetapi pengunjung belum dapat pulang karena harus menunggu hasil sanggaran.
Menurut Bapak Sumanto, salah satu panitia makam, sanggaran tersebut diletakkan di atas pusara makam R. Ng. Yosodipura. Apabila sanggaran telah "turun" atau jatuh dari makam, maka dapat diambil hasilnya. 

5) Sanggaran Turun
Sambil menunggu sanggaran turun, biasanya pengunjung ada yang tiduran di kompleks, berbelanja keluar kompleks makam, berbincang-bincang dengan pengunjung lain, atau terus berdoa di depan pintu cungkup yang diberi lilin dan bunga .Apabila sanggaran telah turun, panitia memanggil nomor yang tertera pada janur agar diambil pemiliknya. Dalam sanggaran tersebut, tertulis huruf Hijaiyah yang memiliki arti. Arti masing-masing huruf dapat dilihat pada papan atau kertas yang disediakan petugas dengan membayar Rp. 1.000,00. Sanggaran tersebut harus disimpan dengan baik. Apabila keinginan pengunjung belum terkabulkan, maka pengunjung disarankan untuk melakukan ritual lagi di bulan berikutnya. 

Makna Sanggaran pada huruf Hijaiyah


Opini

        Bagi saya, makam Raden Ng. Yosodipuro ini merupakan salah satu peninggalan yang harus dilestarikan. Akses menuju makam ini sedikit sulit karena tidak adanya tanda untuk menuju tempat ini. Hal yang perlu diperbaiki di makam ini adalah kurangnya kebersihan, masih terdapat beberapa kaca yang belum dibersihkan dan kurang dirawat dengan baik. Tempat pendaftaran pun sekarang telah dirubah dan tidak terwujud seperti tempat untuk mendaftar karena tidak adanya meja dan kursi serta buku untuk mendaftar. Himbauan saya kepada pengunjung yang hadir agar selalu menjaga kebersihan dan tata tertib yang ada pada makam ini, serta menjaga perilaku. Himbauan saya untuk pemerintah daerah agar memberikan lebih banyak informasi mengenai makam ini. 

Sumber :
http://hassanashari.blogspot.co.id/2014/06/r-ng-yosodipuro-i.html
http://dianahabib.blogspot.co.id/2014/12/ritual-kungkum-di-umbul-sungsang.html

Candi Lawang

Candi Lawang




Lokasi :




        Candi Lawang berada di desa Gedangan, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Candi ini dekat dengan Candi Sari dan Tapak Noto. Hanya membutuhkan beberapa menit untuk sampai. Dari Kantor Kelurahan Desa dapat berbelok ke kiri dan mengikuti jalan sekitar 300 meter setelah itu dapat dilihat candi ini disebelah kiri. 
           Akses menuju ke Candi Lawang dapat menggunakan kendaraan mobil pribadi maupun sepeda motor. Candi ini dapat ditempuh dengan mobil sewa yang sama saat mengunjungi Candi Sari. Dapat juga menggunakan angkutan umum yang berongkoskan sekitar Rp 3.000 dari Surowedanan yang nantinya turun di Pasar Cepogo lalu menaiki ojek dengan harga Rp 10.000. Warga desa juga menyediakan mobil sewaan yang akan menjemput penyewa dari perempatan surowedanan dekat RSU Pandanarang, Boyolali. Untuk menyewanya dapat menghubungi kantor desa terlebih dahulu. Biaya yang di butuhkan sekitar Rp 100.000. Warga desa juga akan menyediakan makanan.

           Apabila dari terminal Boyolali maka menaiki angkutan berwarna oren lalu turun di perempatan Surowedanan dan menggunakan bus jurusan Boyolali-selo lalu menggunakan ojek.
        Dari Bandara Adi Soemarmo menggunakan bus trans bernomor 1 yang berongkoskan Rp 4.500 lalu turun di halte depan Solo Square setelah itu menaiki bus tujuan Solo-Semarang dengan harga Rp 10.000 kemudian turun di perempatan Surowedanan dan menaiki bus kecil berongkoskan Rp 3.000 jurusan Boyolali-Selo. Setelah sampai di Pasar Cepogo menaiki ojek seharga Ro 10.000. Dapat juga menggunakan taksi dari bandara.

Tiket

        Pengunjung tidak dikenakan biaya masuk namun terdapat biaya parker sepeda motor sebesar Rp 2.000.

Jam Operasional

       Dapat dikunjungi kapan saja namun biasanya pengunjung mengunjungi pada pagi hingga sore hari.

Sejarah

        Candi ini merupakan Candi Hindu dan merupakan peninggalan Mataram Kuno, hal itu ditunjukkan oleh keberadaan Yoni serta Arca Durga Mahisasuramardini. Dahulu candi ini digunakan untuk sembahyang para brahmana. Candi Lawang ditemukan pada tahun 1921 oleh warga. Candi Lawang merupakan sebutan dari warga setempat dan bukan merupakan nama asli dari candi tersebut. Warga tidak mengetahui secara pasti nama candi ini. Dahulu rajanya adalah Raja Sri Mahara Rakai Panangkaran. Candi ini ditemukan warga saat ada salah seorang warga yang hendak membangun sebuah bangunan namun ditengah pembangunan ditemukan candi utama lalu dilaporkan pada pemerindah daerah setempat dan akhirnya tanah yang menutupi candi dikeruk . Pemugaran yang terakhir dilakukan pada tahun 2007 dan pada Agustus 2016 ini akan dilakukan pemugaran kembali. Terdapat 4 bangunan yang menyusun candi ini.

Beberapa siswa dari SMA Klaten mengunjungi Candi


Terdapat Puncak Ratna disekitar reruntuhan batu








Terdapat tempat untuk beristirahat yang sudah tidak digunakan


sebuah Yoni


padmasana



Keunikan atau Nilai Penting

       Boyolali merupakan kota yang jarang ditemukan sebuah candi maka Candi Lawang memang patut untuk dikunjungi. Candi ini berada di tengah-tengah permukiman warga dan berada di samping rumah warga. Candi ini masih digunakan umat Hindu untuk bersembahyang pada acara tertentu seperti Galungan, saat kenaikan kelas, anak yang akan mengikuti tes. Sekolah-sekolah disekitar lingkungan candi juga menggunakan candi ini untuk dikunjungi dalam rangka memperlajari apa yang ada di Candi Lawang. Candi Lawang ini berkaitan dengan Ken Arok. Dahulu keluarga serta rakyat Ken Arok tinggal di sekitar Candi Lawang namun karena Ken Arok mengetahui bahwa merapi akan erupsi maka keluarga mereka diboyong pindah maka dari itu kebanyakan warga sekarang beragama islam yang berarti bukan rakyat dari Ken Arok.

Opini

        Menurut saya, Candi Lawang berpotensi untuk menjadi desa wisata. Namun pelestarian candi ini kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah. Candi ini membutuhkan banyak perbaikan agar tertata lebih rapi. Petunjuk yang ada pun sangat terbatas sehingga agak susah untuk mencari Candi Lawang. Candi Lawang berada di tempat yang cukup tenang dan menyejukkan sehingga betah untuk berada disini. Hal tersebut dapat menarik wisatawan apabila diadakan sedikit perubahan dengan membangun sarana dan prasarana yang ada. Fasilitas yang ada di Candi Lawang pun hampir tidak ada. Himbauan untuk wisatawan agar selalu menjaga kebersihan karena bagi saya candi ini sudah cukup bersih. Wisatawan juga dihimbau untuk melestarikan Candi Lawang. Himbauan untuk pemerintah daerah agar lebih mengembangkan wisata yang ada sehingga Candi Lawang dapat dikenal serta berguna bagi warga sekitar contohnya menambah pendapatan daerah.

Sumber :
Mbak Reni, warga setempat yang dikunjungi pada 17 Agustus 2016
http://sasadaramk.blogspot.co.id/2011/11/candi-lawang.html
http://mblusuk.com/301-Candi-Lawang.html





Sabtu, 20 Agustus 2016

Tapak Noto

Tapak Noto



Lokasi :



Peta yang terlihat dari Google Maps


Denah Tapak Noto



         
        Tapak Noto ini berada di sebuah kebun kosong di Dukuh Sendangrejo, Desa Sumbung, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Tapak Noto ini masih dalam satu lingkup dengan Candi Sari. Lokasi situs Tapak Noto ini konon ceritanya merupakan pusat keramaian pada masa itu, seperti sebuah pasar desa. Namun, kini sekitaran situs ini hanya menjadi pemukiman penduduk yang tidak terlalu ramai.

        Akses menuju Tapak Noto ini dapat menggunakan kendaraan mobil pribadi maupun sepeda motor. Apabila pengunjung ingin lebih murah dan sekedar jalan-jalan dapat juga menggunakan angkutan umum yang berongkoskan sekitar Rp 3.000 dari Surowedanan yang nantinya turun di Pasar Cepogo lalu menaiki ojek dengan harga Rp 10.000. Namun, warga desa juga menyediakan mobil sewaan yang akan menjemput penyewa dari perempatan surowedanan dekat RSU Pandanarang, Boyolali. Untuk menyewanya dapat menghubungi kantor desa terlebih dahulu. Biaya yang di butuhkan sekitar Rp 100.000. Warga desa juga akan menyediakan makanan. Akses menuju ke situs ini sama halnya akses menuju Candi Sari karena lokasi Tapak Noto berdekatan dengan lokasi Candi Sari.

           Apabila dari terminal Boyolali maka menaiki angkutan berwarna oren lalu turun di perempatan Surowedanan dan menggunakan bus jurusan Boyolali-selo lalu menggunakan ojek.
        Dari Bandara Adi Soemarmo menggunakan bus trans bernomor 1 yang berongkoskan Rp 4.500 lalu turun di halte depan Solo Square setelah itu menaiki bus tujuan Solo-Semarang dengan harga Rp 10.000 kemudian turun di perempatan Surowedanan dan menaiki bus kecil berongkoskan Rp 3.000 jurusan Boyolali-Selo. Setelah sampai di Pasar Cepogo menaiki ojek seharga Ro 10.000. Dapat juga menggunakan taksi dari bandara.



Tiket

        Bagi pengunjung yang ingin memasuki kawasan wisata ini, tidak dikenakan biaya. Namun, terdapat biaya parker bagi pengguna kendaraan sepeda motor sebesar Rp 2.000 dan untuk mobil sebesar Rp 3.000.

Jam Operasional

    Dibuka kapan saja, biasanya pengunjung mengunjungi Tapak Noto pada pagi hingga sore hari.


Sejarah


        Tapak Noto merupakan kawasan wisata yang terdiri dari 2 peninggalan bersejarah. Keduanya berbentuk batu yang terdapat tapak kaki. Batu yang pertama merupakan tapak kaki kiri dari Sunan Pakubuwono X yang diberi nama Selo Tapak Noto Sang Hyang Bathara Noto(Wisnu). Sedangkan tapak kaki yang kedua yang berada diibelakang tapak kaki pertama tersebut merupakan milik permaisurinya yang diberi sebutan Selo Tapak Noto Sang Hyang Bathari Noto (Sintha) dan berangka pada tahun 1835.



Tapak Noto yang terlihat tidak terawat


Tapak dari Wisnu 


Tapak Sintha








Arca yang ada di situs ini



Keunikan atau Nilai Penting

        Berdasar cerita yang dituturkan oleh Kepala Desa setempat, Sutarto, dan di dapat dari sesepuh desa dan orang tua, Raja Pakubuwono X pada masa itu sering berjalan-jalan dari Pesanggrahan Paras ke Susuh Angin yang lokasinya tidak jauh dari situs ini. Raja Pakubuwono X pergi ke Susuh Angin dengan tujuan meditasi. Pada saat Raja Pakubuwono X kembali dari meditasi, dan beristirahat di situs tersebut kemudian meninggalkan bekas telapak kakinya. Lokasi situs tersebut konon ceritanya merupakan pusat keramaian pada masa itu, seperti sebuah pasar desa. Namun versi yang lain menyebutkan bahwa dimungkinkan pada zaman dahulu Raja Pakubuwono X sedang jalan-jalan dari Pesanggrahan Paras dan melihat pemandangan yang indah di sana. Kemudian beliau beserta permaisuri meninggalkan jejak berupa tapak kaki. Terdapat mitos lain di Tapak Noto ini yaitu jika siapa saja yang kakinya sesuai dengan tapak kaki tersebut maka semua keinginannya akan terkabul. Disekeliling Tapak Noto masih banyak bekas bakaran dupa, pada malam tertentu ada sejumlah orang yang melakukan ritual disana. Disamping itu ada 3 arca,  dua dari ketiga arca tersebut merupakan arca baru dan yang terakhir seperti asli namun sudah tidak berbentuk. Dan sudah di cat menjadi warna hitam oleh mahasiswa KKN.

Opini

        Menurut saya, lokasi menuju tempat ini sedikit terhalang dengan tidak adanya banyak petunjuk. Lokasi dari Tapak Noto ini sendiri ditengah-tengah kebun kosong dan kurang terawat. Banyak dedaunan kering yang mengelilingi Tapak Noto. Tempat sekeliling situs ini perlu diperbaiki, dan pagar serta kramik juga membutuhkan perbaikan. Himbauan saya untuk pengunjung agar tetap menjaga kelestarian objek wisata ini dan menjaga kebersihan yang ada. Mematuhi peraturan yang ada akan membuat pengunjung lebih aman dan tertib. Yang terakhir adalah himbauan untuk pemerintah daerah agar lebih melestarikan objek wisata ini agar lebih dikenal oleh masyarakat karena masih banyak yang belum mengetahui mengenai Tapak Noto. Dan lebih mengembangkan situs ini karena apabila dikembangkan akan lebih banyak wisatawan yang datang.

Sumber :
http://srikatonjourney.blogspot.co.id/2015/09/situs-tapak-noto.html



Jumat, 19 Agustus 2016

Candi Sari

Candi Sari





Lokasi :

Gambar diatas merupakan peta Candi Sari dari Google Maps



Gambar diatas adalah denah dari Candi Sari


        Candi Sari ini berada di Desa Gedangan, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Candi ini terletak tidak jauh dari Kantor Kelurahan. Candi Sari terdapat di atas bukit kecil. Di sekitar Candi Sari terdapat pohon beringin yang besar dan sebuah rumah kecil untuk beristirahat. Candi Sari terletak sekitar 10 km dari pusat Kota Boyolali.
        Akses menuju ke Candi Sari ini dapat menggunakan kendaraan mobil pribadi maupun sepeda motor. Dapat juga menggunakan angkutan umum yaitu bus kecil bertujuan Boyolali-selo yang berongkoskan sekitar Rp 3.000 dari Surowedanan yang nantinya turun di Pasar Cepogo lalu menaiki ojek dengan harga Rp 10.000. Namun, warga desa juga menyediakan mobil sewaan yang akan menjemput penyewa dari perempatan surowedanan dekat RSU Pandanarang, Boyolali. Untuk menyewanya dapat menghubungi kantor desa terlebih dahulu. Biaya yang di butuhkan sekitar Rp 100.000. Warga desa juga akan menyediakan makanan.
        Apabila dari terminal Boyolali maka menaiki angkutan berwarna oren lalu turun di perempatan Surowedanan dan menggunakan bus jurusan Boyolali-selo lalu menggunakan ojek.
        Dari Bandara Adi Soemarmo menggunakan bus trans bernomor 1 yang berongkoskan Rp 4.500 lalu turun di halte depan Solo Square setelah itu menaiki bus tujuan Solo-Semarang dengan harga Rp 10.000 kemudian turun di perempatan Surowedanan dan menaiki bus kecil berongkoskan Rp 3.000 jurusan Boyolali-Selo. Setelah sampai di Pasar Cepogo menaiki ojek seharga Ro 10.000. Dapat juga menggunakan taksi dari bandara.

Tiket

        Pengunjung tidak dikenakan biaya masuk dan tidak pula dikenakan biaya parkir.

Jam Operasional

        Dapat dikunjungi kapan saja namun biasanya pengunjung mengunjungi pada pagi hingga sore hari.

Sejarah

        Candi sari memiliki arti candi yang indah. Candi sari ini bercorak Hindu namun Candi Sari yang berada di Klasan, Yogyakarta bercorak Budha dan ditemukan sekitar tahun 1967. Hal ini dapat diketahui dengan adanya Yoni, arca nandi dan puncak candi yang berbentuk Ratna. Lokasi Candi Sari ini berada diatas bukit kecil, disekitar Candi Sari terdapat tempat untuk sekedar berfoto dan duduk bersama.  Tidak jauh dari candi ini terdapat pohon beringin cukup besar. Namun pohon beringin tersebut telah tumbang pada bulan juli lalu sehingga Candi Sari mengalami kerusakan serta rumah kecil yang berfungsi sebagai peristirahatan pengunjung pun ikut mengalami kerusakan. Yang tersisa pada Candi Sari ini hanyalah bongkahan candi yang sedang mengalami perbaikan.  Sejarah pada candi ini tidak diketahui secara pasti.

Foto diatas ketika Candi Sari belum mengalami kerusakan


Foto diatas saat penulis mengunjungi Candi Sari pada 17 Agustus 2016


Candi Sari saat sedang diperbaiki




Pohon Beringin yang tumbang


Yoni yang masih terrawat


Sebelum Pohon Beringin Tumbang terdapat rumah kecil untuk sekedar santai

Kawasan di samping Candi Sari





Keunikan atau Nilai Penting

        Candi Sari memiliki keunikan yaitu warga sekitar masih melestarikan candi ini. Warga sekitar masih menomor satukan Candi Sari. Apabila warga mengadakan hajat maka sebelumnya mereka akan memberi sesaji pada candi ini.  Sebelum diberi nama Candi Sari oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, candi tersebut bernama Candi Sono. Sono berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti anjing. Disebut demikian karena konon dengan penglihatan gaib, candi tersebut merupakan kerajaan yang dijaga oleh seekor anjing berwarna hitam mulus.  Dahulu saat hujan pertama kali banyak warga yang terserang kutu anjing, namun didaerah desa tersebut tidak ada anjing. Sehingga hal itu dipercayai dari anjing yang menunggui candi. 
        Saat itu pernah terdapat  kasus warga yang tiba-tiba sakit setelah mengambil tanaman di sekitar candi untuk pakan ternak tanpa permisi. Selain itu, mitos yang berkembang adalah warga sering mendengar suara-suara tanpa rupa dari candi tersebut. Biasanya setiap awal dan akhir bulan suro, kalau dilihat secara gaib Candi Sari ramai dan sering digelar wayangan.
        Pohon beringin besar yang ada disana dapat menjadi penanda bagi orang yang akan berkunjung ke sana. Para pengunjung cukup mencari arah menuju pohon beringin yang kabarnya ditanam oleh Sinuhun Hamengkubuwono X.  Masih banyak yang sering mengunjungi ke pohon besar, dengan niat yang beragam . Ada yang bersemedi juga mencari pusaka.

Opini

        Pendapat yang dapat saya berikan adalah lokasi Candi Sari sebernarnya tidak terlalu sulit untuk dijangkau namun kurang banyaknya petunjuk di jalan utama menuju candi ini. Serta kurangnya perhatian pemerintah untuk mempromosikan candi ini membuat banyak warga Boyolali tidak mengetahui adanya candi ini. Apabila pemerintah daerah lebih mempromosikannya dengan lebih baik maka candi ini akan lebih dikenal warga, bukan hanya warga Boyolali namun seluruh wisatawan nasional. Jika lebih dikenal maka pendapatan daerah pun akan meningkat. 
        Disekitar candi terdapat banyak sampah serta coretan-coretan pengunjung yang kurang sedap untuk dipandang. Pada tanggal 17 Agustus 2016 saat saya mengunjungi candi ini, masih dalam tahap perbaikan disebabkan oleh pohon beringin yang tumbang dan mengenai candi. Sehingga yang perlu diperbaiki tidak hanya candi namun fasilitas disekitar candi yang dirusak oleh sebagian pengunjung. Pagar candi pun ada yang telah rusak dan tidak layak.
        Himbauan untuk pengunjung agar selalu menjaga kebersihan disekitar candi serta tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak candi. Pengunjung diharapkan mematuhi peraturan yang ada. Apabila ingin mengunjungi tempat ini maka pengunjung yang datang dari tempat yang jauh dihimbau untuk bertanya warga sekitar karena tidak terdapat cukup banyak petunjuk arah yang ada. Terakhir, himbauan untuk pemerintah daerah agar lebih memperhatikan Candi Sari, melestarikannya serta mempromosikannya.

Terdapat coretan pengunjung yang tidak peduli peraturan


Sumber :
Bapak Wido, Juru Kunci Candi Sari sejak 1970
http://tarabuwana.blogspot.co.id/2010/03/candi-sari-cepogo.html 
http://sutrisnasmg.blogspot.co.id/2014/12/jejak-peninggalan-purbakala-candi-sari.html